BONEKA PUDEL 2 VERSI
Versi 1
Aku berusaha
memejamkan mata. Kucoba menenangkan diri ini. Meski sulit, aku tak ingin
mengingat-ingat kejadi tadi siang. Aku benar-benar tak sudi untuk menyimpan
kejadian itu dalam ingatan bawah sadarku.

Apa karena
dia tidak menyadari keberadaanku tadi siang? Ataukah dia dengan sengaja
melakukannya di depanku? Padahal, dia kan tahu akau akan datang. Dasar cowok
brengsek!
Aku menarik
napas agak panjang. Aku ingin meredakan segala amarah ini. Sulit. Sulit sekali. Kepalaku masih mendidih.
“Dasar bajingan….”
Tak sadar aku bergumam pada diriku sendiri.
Kaki-kakiku yang
tiba-tiba terasa pegal kuluruskan di sofa empuk rumah. Aku diam. Tercenung
dalam raungan detik jam dinding. Huh, ini aneh. Jam dinding yang hanya berdetak
kini seakan mencekam sekali suaranya.
Rumah memang
sedang sepi. Semua orang rumah sedang di luar. Aku sengaja pulang cepat dari
kampus. Muak melihat lelaki yang biasa kusebut “sayang’” itu.
Sayang,
sayang. Apanya yang sayang??! Batinku maish saja menggerutu.
Pfuh, entah
harus apalagi yang bisa kukatakan. Semuanya terhenti di tenggorokanku. Ingin
kutumpahkan semuanya, namun aku selalu teringat kebaikannya.
“Tapi dia tetap
saja cowok brengsek!” kataku pada diri sendiri.
Dua suara
berkelibat memenuhi rongga telingaku. Yang satu terus mengingatkanku pada
kebaikan Yudha. Yang satu terus mencemooh makhluk tak berperasaan itu karena
kejadian tadi siang.
Ups, mataku
malah terbuka.
Kupejamkan
kembali. Aku ingin tidur saja. aku ingin tidur saja dan melupakan semuanya. Aku
ingin pergi ke alam mimpi dan terbangun dengan suara Mama saja yang terdengar
di telinga ini.
Napasku mulai
teratur.
Pikiranku
kembali melayang ke kampus tadi siang.
Jalanan di depan
kantin fakultas ilmu komputer memang ramai. Apalagi di jam makan siang seperti
itu. Kalau kita tak pandai-pandai mencari tempat, maka kita hanya akan kebagian
tempat untuk berdiri saja. Walhasil, banyak mahasiswa yang lebih memillih
duduk-duduk di taman dekat kantin. Di sana lebih luas dan menyenangkan, walau
sedikit panas.
Aku sudah janji
ketemuan dengan pacarku, Yudha. Cowok ganteng dari fakultas hukum yang kini
sudah semester 7. Di awal aku ketemu dengannya, aku memang langsung melihat ada
sesuatu yang beda dari dia dibanding pacar-pacarku yang dulu. Langsung klik gitu
deh….
Sebuah bangku
taman dekat kantin fakultas kupilih karena letaknya yang teduh dan kebetulan
tidak terlalu ramai, walaupun tidak bisa kusebut sepi.
Yudha
meneleponku setengah jam sebelumnya bahwa dia akan sedikit terlambat karena ada
laporan yang harus diserahkan langsung pada dosen. Dan dia masih menunggu dosen
itu, katanya. Aku sih percaya. Dia jujur. Tak pernah sekalipun berbohong padaku
dari sejak 6 bulan kami berpacaran.
Jadi, aku
duduk-duduk saja sambil menyeruput minuman yang baru kubeli. Kubuka Samsung
Galaxy Tab-ku yang selalu setia menemani. Iseng-iseng saja kubuka email. Lalu
akun facebook-ku. Akun tweeter-ku. Pfuh, tak ada yang istimewa.
Kulirik jam di
tab. Wah, sudah hampir setengah jam aku menunggu.
“Udah beres
belum ya dia?” gumamku. Kucoba meneleponnya.
Tak ada jawaban.
Sesaat kemudian
aku melihatnya. Aku melihat Yudha, tapi tidak sendiri.
Dia bersama
gadis lain.
Aku mulai panas
namun tak beranjak sediktpun dari dudukku. Pikiranku berkecamuk, antara ingin
langsung ku damprat tapi tertahan dengan pikiran lain yang mengatakan
sebaliknya.
Kulihat dengan
mata kepalaku sendiri Yudha berdiri menghadap gadis itu dan memberi boneka
pudel yang beberapa hari lalu aku tunjukkan sebagai boneka favoritku. Yudha
memberi gadis itu boneka pudel itu dengan sedikit memaksa. Namun si gadis
perayu itu seperti berpura-pura menolak tapi terlihat tersipu. Malu-malu
akhirnya diterima juga boneka dari Yudha.
GRRRRRR…….!!!!
Keterlaluaaaaan!!! Teriakku dalam hati.
Tak sudi aku
menghampiri mereka. Tak sudi aku bicara dengan Yudha. Selamanya!
Entahlah, waktu
itu aku lebih memilih pergi daripada meminta penjelasan pada Yudha. Huh,
lagipula, penjelasan apalagi yang bisa diberikan oleh cowok playboy dan cewek
gatel seperti mereka?!
Benar-benar
memuakkan!
Kubanting sampah
minumanku ke arah tempat sampah. Tak peduli tepat masuk atau tidak.
Versi 2
Aku senang
sekali. Sebentar lagi aku akan makan siang bersama pacarku, Erinda. Kemarin aku
sudah meneleponnya dan janji bertemu saat makan siang di kantin fakultas ilmu komputer.
Kupikir, kantin di sana lebih nyaman dibanding kantin lainnya karena di
sebelahnya terdapat taman yang terbilang luas dan hijau.
Aku suka.
Kubayangkan, makan siang bersama Erinda. Berdua saja. hihiihihi….
Aku berjalan di
lorong fakultas. Berusaha menemui Bu Noortiana, dosen Tata Negara untuk
menyerahkan tugas laporanku.
“Kemana dia ya?”
gumamku sambil terus melirik jam tanganku.
Ah,
seharusnya aku sudah pergi untuk bertemu Erinda. Bisa telat nih…
Sambil menunggu
Bu Noortiana di ruang dosen, kubongkar tasku dan menatap hasil karya laporanku
yang harus kuserahkan langsung padanya. Aku sudah terlambat sehari
menyerahkannya. Harus kuserahkan langsung, pokoknya.
Kumasukkan
kembali laporanku dan kukeluarkan sebuah boneka anjing pudel yang kemarin baru
saja kubeli.
Aku tahu Erinda
pasti senang kubelikan boneka yang, kata orang, imut ini. Aku tahu karena
minggu lalu saat kami jalan-jalan ke mall, dia terus menatap ke arah boneka
ini. Tapi karena aku tidak bawa uang berlebih, aku pura-pura saja tidak tahu,
hehehe….
Biarin aja
ah, biar penasaran. Besok-besok aku jadiin kejutan aja… begitu pikirku saat
itu.
Kulirik lagi jam
tanganku. Wah wah wah, beneran bisa terlambat nih. Langsung saja kuhubungi
Erinda. Kukatakan padanya kalau aku sedang menunggu dosen untuk menyerahkan
laporanku dulu. Kemungkinan aku akan terlambat setengah jam.
“Semoga saja
sebentar lagi aku bisa segera ketemu Bu Noor…”
Sesaat kemudian,
mataku menangkap sosok Bu Noor sedang berjalan menjauhi ruang dosen. Dengan
sigap aku langsung mengejarnya. Kuserahkan tugas laporanku yang seharusnya
kuserahkan sehari sebelumnya.
Segera aku
meluncur menuju kantin fakultas ilmu komputer.
Bergegas dan
napas hampir terngah-engah namun hati berbunga-bunga, aku berlari kecil menuju
fakultas ilmu komputer. Tangan kananku masih menggenggam boneka pudel yang akan
kuberikan pada Erinda sebagai hadiah kejutan.
Beberapa meter
dari kantin fakultas ilmu komputer, langkah kakiku terhenti oleh sahutan
seorang gadis. Aku tidak mengenalnya.
“Ya?” tanyaku.
Dia mendekatiku
perlahan dan sedikit ragu. “Anu…” ujarnya. “Maaf mas… sa, saya Hana. Mas gak
kenal saya. Saya juga gak kenal mas. Tapi…”
Aku masih
menunggu kata-kata berikutnya. “terus…?”
“Eu… anu… maaf,
ganggu. Begini,” katanya menjelaskan. “Boneka yang mas pegang itu beli di mana
ya?”
Aku mengangkat
alis. Boneka? “Boneka anjing ini?” tanyaku. Kujawab saja kalau aku membelinya
di mall kemarin.
Lalu gadis itu,
Hana, menceritakan kalau adik bungsunya sedang sakit keras dan harus diambil
tindakan medis berupa operasi. Nah, kebetulan, adiknya itu sangat menginginkan
sebuah boneka anjing pudel, baru dia mau dioperasi. Orang tuanya sudah membujuk
dengan membelikan beragam boneka, tapi hanya boneka anjing pudel yang adiknya
inginkan.
“Makanya, pas
saya liat mas bawa boneka itu, saya langsung memberanikan diri bertanya mas.
Jangan marah ya,” ujarnya.
Aku terdiam
sejenak,
“Sa, saya… kalau
boleh, boneka itu saya beli aja mas. Bisa gak?”
Aku sudah
membuka mulut tapi masih bingung mau berkata apa. Ini betul-betul di luar
dugaan. Di satu sisi ini hadiah kejutan untuk Erinda. Tapi di sisi lain boneka
ini juga ternyata punya pengaruh terhadap kesehatan seseorang.
Lalu entah
kenapa aku langsung menyodorkan boneka pudel itu pada Hana, gadis yang tak
pernah kukenal sebelumnya. Refleks saja.
Aku melihatnya
tersenyum gembira. “Makasih mas, berapa saya harus bayar boneka ini?”
Aku menolak uang
yang disodorkan Hana. Aku berniat memberikannya cuma-cuma.
“Gak apa-apa
mas, biar saya beli saja. biar saya gak punya hutan.”
Aku tetap
menolaknya. “Gak apa-apa mba. Ambil aja. Ini Cuma boneka kok. Mudah-mudahan
operasi adiknya lancar ya…”
Dia sedikit
bersikeras untuk membeli bonekaku. Tapi akupun tak kalah tegas menolak
uanganya. Hingga akhirnya dia menyerah dan merasa sangat berterimakasih padaku.
Aku senang bisa
membantu orang lain, apalagi sampai berhubungan dengan kesehatan dan nyawa
seseorang.
“Oh iya!” aku
hampir lupa kalau aku sudah punya janji dengan Erinda di kantin ini. Aku
menoleh ke sana kemari mencari-cari cocok Erinda.
Ini aneh, aku
tidak menemukannya di manapun. Kucoba meneleponnya berkali-kali, namun tak ada
respon. Teleponku tak diangkat.
Erinda di
mana ya? Apa karena aku terlalu lama terlambat ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar