Laman

Senin, 26 Februari 2018

Go to Jonggol...! (1)



Assalamualaikum sobat. Semoga semua sehat selalu ya..
Kali ini saya ingin bercerita perjalanan saya ke daerah Sukamakmur, Kabupaten Bogor.

Kemarin, 25 Februari 2018, saya, istri dan teman-teman berngkat menuju Jonggol. Menghadiri pernikahan teman kami, Iwan Sumarna. Yaah, mungkin gak layak juga disebut hadir di resepsi ya. Karena akad nikah dan resepsi sudah berlangsung 18 Februari lalu di Majalengka. Lalu acara Unduh mantu sebetulnya sudah berlangsung sehari sebelumnya, yaitu 24 Februari.

Terus, ngapain dong kita datang tanggal 25-nya?
Kayak kurang kerjaan aja ya?

Hahahaha!! Karena Iwan Sumarna memang spesial. Kita yang datang juga orang-orang spesial. Jadi out of the box dan anti-mainstream aja. Kita kompakan datang sehari setelah Unduh Mantu. Berencana datanglah kita hari Minggu, 25 Februari.

Alasan lainnya (dan mungkin ini yang utama) yaa... sebab tanggal 24 sebagian di antara kami ada yang masih bekerja.

Lanjut ceritanya ya..
Kami berangkat dari Sindang Barang, Bogor Barat sekitar jam 8an. Di mobil 1 ada Suhe dan istri, saya dan istri plus ibu mertua saya  (pengen ikut katanya hihi. Kan saya bilang, Iwan Sumarna ini emang spesial). Terakhir ada Risna dan suami dan anaknya yang super ganteng, Arkan. Di mobil 2 ada Bang Yusuf dan Mba Onya, Hasanah dan Suami plus si bocah gendut yang baru 6 bulan, serta ada 1 penumpang lagi yang gak saya kenal. Seorang akhwat berjilbab. Awalnya saya kira, akhwat ini kenalannya Mba Onya yang juga kenal Iwan Sumarna. Tapi ternyata ada cerita lain di balik kehadirannya.




Berngkatlah kita menuju rumah Iwan Sumarna di daerah Kec Sukamakmur, kab Bogor. Setahu saya, kecamatan ini adalah hasil pemekaran wilayah Kecamatan Jonggol. Meski begitu, tetap aja iwan dan teman-teman yang mengenalnya, selalu menyebut Jonggol untuk area rumahnya.

Go to Jonggol...!

Posisi mobil 1 di depan. Suhe, adik kels saya sekaligus sopir mobil 1 tampak pede banget ngikutin jalur Googlemap yang titiknya dikirim sama Iwan. Saya bantu pegangin Hpnya. Saya jadi navigatornyalah..

Awalnya masuk tol, lalu keluar di pintu tol Sentul. Masuk ke perumahan Bukit Sentul (kalo gak salah). Terus keluar di Bunderan JungleLand. Masuk ke perkampungan.

Setelah masuk agak jauh, Mba Onya dari mobil 2 menelpon bahwa kata Hasanah jalur ini jalur tanjakan serem. Mobil 1 berhenti sesaat. Agak ragu Suhe. Tapi kemudian suara Bang Yusuf samar-samar di sebelah Mba Onya menguatkan.

“Bismillah aja... lanjut!” Oke deh. Tancap gas lagi kita maju.

Dalam hati, dasar Hasanah. Kenapa gak bilang dari awal tadi sebelum ambil rute sini atuh? Malah diem aja.

Awalnya saya kira yang dimkasud Hasanah adalah turunan dan tanjakan yang curam hanya sekali saja. Mungkin mirip daerah Manunggal, Semeru-Bogor Barat. Tapi ternyata, bakal lain ceritanya ya..

Masuk lah kita ke perkampungan dengan aktivitas hari Minggu pagi warga. Orang-orang tua saling bercengkrama di depan rumah. Anak-anak muda sedang bermain-main gitar. Anak-anak sedang bermain, entah apa namanya. Ada pula yang sedang berlarian. Deretan warung-warung kecil tampak di sepanjang pinggiran jalan. Dan kios-kios bensin terlihat lebih banyak dari yang biasa saya lihat. Ya, wajar sja. Di sini mungkin jauh ke pom bensin.

Mulailah kami menemui tanjakan pertama yang cukup curam. Kondisi jalan sempit. Hanya cukup 1 mobil dan 1 motor. Sementara kiri-kanan jalan langsung selokan dan rumah warga.

Mulai dari sini saya udah gak fokus ama kondisi sekitar. Hanya memperhatikan jalanan dan melihat apakah di depan ada mobil berlawanan arah atau tidak. Bahkan, mulai dari sini saya sudah gak ingat untuk ambil foto sana sini.

Mobil melaju di tanjakan curam, lalu berbelok. Mobil 2 masih mengikuti.

Saya pikir, that’s all.

Tapi ternyata belum. It’s not the end. It’s only the beginning...

(Bersambung yak!)


Kamis, 22 Februari 2018

Rabu dan Sabtu yg Sama


Rabu dan Sabtu saya selama hampir 10 tahun terakhir ini selalu sama, ke RS PMI Bogor. Saya bukan karyawan RS. Saya pasien Hemodialisa (HD). Orang lebih mengenalnya dengan sebutan Cuci Darah.

Mendengarnya serasa menyeramkan ya?

Padahal, prosesnya sebetulnya tak terlalu menyeramkan. Bahkan bisa saja selama prosesnya kita merasa rileks dan enjoy bangeeet. Betul. Ini jujur banget. Istilah Cuci Darah menjadikannya terdengar menakutkan. Inti proses cuci darah itu sebenarnya terjadi juga pada orang-orang sehat pada umumnya. Hanya saja, orang sehat mengalami cuci darah secara alami melalui ginjal mereka. Dan itu di luar kesadaran mereka. Allah yang mengatur prosesnya sedemikian rupa dengan sempurna.

Nah, kalo cuci darah memprosesnya di luar tubuh manusia dengan bantuan mesin dan perlengkapan hemodialisa lainnya. Tulisan berikutnya mungkin saya akan bahas tentang hemodialisa lebih jauh.

Biasanya, setiap hari Rabu dan Sabtu saya berangkat dari rumah sekitar jam 7. Atau kalo lagi sesak napas, biasanya saya berangkat lebih pagi. Sampai di RS PMI sekitar jam 7.30an atau pas jalanan lagi macet banget biasanya bisa sampai jam 8an.

Berjalan menyusuri lorong-lorong rumah sakit. Melihat para karyawan RS dan pengunjung hilir mudik. Tiga tahun terakhir ini saya sudah tak sanggup menggunakan tangga. Terlalu melelahkan. Makanya saya pakai lift. Ruang HD saya di lantai 2. Perlahan berjalan melewati beberapa instalasi.
Tiba di depan ruang HD saya langsung disambut aroma pengharum ruangan dan udara yang lumayan sejuk. Sebab, di ruang HD wajib suhunya agak rendah untuk menjaga stabilitas mesin yang rutin dipakai.







Masuk ke dalam ruangan, saya harus menyimpan Surat Rujukan di tempat yang sudah ditentukan. Kemudian, menimbang Berat Badan untuk mengetahui kenaikan berat badan selama 3 hari terakhir. Kemudian mengisi absensi, supaya tertib nanti urutan mulainya.

Saya menuju ‘ranjang langganan’. Hehe, sebetulnya tak ada istilah ranjang terntentu untuk orang tertentu. Setiap pasien bebas memilih di mana ranjang yang dipilih. Tergantung jam berapa dia tiba di RS. Tapi, ada semacam peraturan tak tertulis kalo ranjang A itu udah milik pasien X, karena memang dia terbiasa di situ. Dari dulu. Apalagi, itungannya, yaa.. saya ini pasien senior. Hahay! Udah hampir 10 tahun cuci darah.

Well done! Saya udah di ranjang. Sarapan pagi. Sambil menunggu giliran untuk ditusuk suster.

Beginilah rutinitas Rabu dan Sabtu saya.

Senin, 19 Februari 2018

Karena Saya Pelupa

Karena saya seorang yang pelupa, maka saya ingin menuliskannya di blog ini. Saya ingin menuliskan kegiatan-kegiatan saya yang, mungkin, bagi sebagian orang membosankan. Saya ingin menuliskannya supaya saya pribadi bisa mengambil pelajaran dari setiap aktivitas dan keputusan-keputusan dalam hidup saya.
Tak tahulah bagi orang lain bagaimana reponnya. Saya tak memikirkannya dulu untuk saat ini. Toh saya memang pelupa. Seringkali, hal-hal penting di masa lalu juga terlupakan begitu saja. Walaupun, ada juga ingatan-ingatan tertentu yang terus menempel di memori saya.
So, saya hanya ingin menulis.
Menuliskan garis hidup saya...