Laman

Rabu, 04 Mei 2011

Lebih Berarti dengan Diuji

Ujian adalah hal yang pasti kita hadapi. Ia adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Tidak ada seorangpun yang mengelak dari ujian. Tidak mahasiswa, petani, pedagang, pejabat, atau pengangguran. Semuanya pasti mengalami ujian.

Sebetulnya, tidak ada yang perlu kita takutkan dari ujian. Seperti halnya kematian. Tdak ada yang perlu ditakutkan darinya. Kenapa kita mesti merasa takut terhadap sesuatu yang memang pasti akan menghampiri kita? Ia adalah sebuah kepastian!
Justru yang perlu kita khawatirkan adalah dalam keadaan bagaimana kita menghadapinya. Apakah kita menghadapi ujian dengan mental kalah, atau jutsru kita sudah kalah sebelum menghadapi ujian?

Ujian memiliki seribu satu bentuk wajah yang perlu kita waspadai. Tak ayal, banyak manusia yang terperosok dan kalah dalam ujian karena salah menilai arti sebuah ujian. Ia bisa berbentuk materi dan immateri.

Kita bisa katakan kemiskinan sebagai ujian, tapi apakah kita bisa menafikan bahwa kekayaan bukan ujian? Kita bisa mengungkapkan bahwa buruk rupa adalah ujian, tapi apakah kita dengan seenak hati mengatakan bahwa rupawan bukan ujian? Kita bisa menyatakan bahwa kesedihan yang kita alami adalah ujian, sementara kesenangan dan kegembiraan bukan ujian?

Bersiaplah untuk Naik!
Ada hal yang menarik mengenai ujian. Saat kita diuji, sebenarnya ada pilihan yang bersiap menanti kita, yaitu kenaikan kapasitas diri ke level berikutnya.
Entah itu ujian dalam bidang akademis, seperti Ujian Akhir Semester, Ujian Nasional, dan ujian-ujian lainnya. Ataupun ujian kehidupan yang telah disebutkan. Semuanya mengacu kepada satu hal: bahwa kita akan menuju level status, serta kapasitas diri berikutnya.

Yakini itu. Saat kita diuji, maka sebetulnya kita tengah dipersiapkan untuk menuju stage berikutnya. Saat kita diuji, maka sesungguhnya kita memang sudah layak untuk ”naik kelas”.
Maka, siapkan dirimu! Kita akan naik!

No Fear, Just Face Of!
Dalam mengahadapi ujian, tentunya kita tidak bisa seenak perut dan penuh kenekatan. Tapi tidak perlu juga kita terus menerus berkutat dalam ketakutan. Yang kita perlukan adalah:
Niat karena Allah. Kita niatkan segala apa yang akan kita lakukan atas dasar ibadah dan mencari keridhaan Allah swt;
Cara sesuai Tuntunan Rasulullah. Kita ikuti teladan kita Rasulullah: tidak curang dalam UAS/UTS, tidak berpikir negatif, bersikap destruktif, tidak proaktif, dan if-if lainnya.

Perlu kita ketahui, banyak hal di depan, belakang, atas dan bawah kita yang menjadi ujian. Bahkan, keimanan kitapun tidak luput dari ujian. Allah swt berfirman,


Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. Al Ankabuut: 2)

Dengan diuji, kita bisa lebih berarti! Selamat menempuh ujian! [2008]

Senin, 02 Mei 2011

Mang Udin

Matahari sudah mulai naik. Beranjak menuju atas ubun-ubun. Awan bergulung tipis bergerak perlahan. Hari sudah semakin siang, akan tetapi angin berhembus agak kencang. Tidak terasa terlalu terik hari itu.

Saya dan istri sedang mengendarai sepeda motor menuju PMI. Jalanann tidak terlalu macet dari Dramaga menuju Kota Bogor.

Di perjalanan, istri saya bertanya, “Aa, kenal Mang Udin yang jualan gorengan di depan TK Alif kan?”

Saya menjawab, “Ya, kenapa emangnya?”

Beberapa saat kemudian, dia menjelaskan dengan kata-kata yang agak panjang lebar. Kurang lebih, dia mengatakan bahwa sejak dia duduk di bangku SD, Mang Udin sudah berjualan gorengan. Ketika sekarang istri saya sudah bekerja pun, Mang Udin masih tetap berjualan gorengan.

“Kira-kira, apa alasannya ya, dia bertahan dengan berjualan gorengan?”
Sambil tetap memperhatikan jalanan, saya sedikit merenung dan berpikir atas pertanyaan istri saya itu. Saya pikir, iya juga ya. Kira-kira, apa yang menjadi alasan Mang Udin untuk tetap mempertahankan ‘profesi’nya sebagai penjual gorengan di tempat yang sama, dan gerobak yang sama selama puluhan tahun.

Menurut saya, ada beberapa alasan seseorang memilih profesi yang, sepertinya, kurang populis seperti itu. Saya menyatakan pada istri saya, bisa jadi, dia terus berjualan karena memang dia sudah merasakan hasil jerih payahnya selama beberapa waktu ke belakang, sehingga dia tetap melanjutkan beberapa waktu ke depan. Atau, bisa jadi, dia memang sudah nyaman dengan apa yang menjadi pekerjaannya selama ini. Dia menikmatinya. Mungkin juga, mang Udin tidak punya pilihan lain selain berjualan gorengan. Karena, jika tidak berjualan gorengan, maka dia harus kerja apa?
Mungkin juga ada ribuan alasan lainnya yang tidak sempat saya pikirkan. Maklum saja, saya pun sedang fokus mengendarai sepeda motor. Jika lengah sedikit, maka jalanan Kota Bogor tidak punya tempat bagi orang yang lengah.

Tiba-tiba, saya terpikir, atau… mungkin juga orang seperti Mang Udin memang tidak punya pilihan?

Senin, 25 April 2011

Mengikat Makna


Menulis, bagi saya, adalah hal yang susah-susah gampang. Susah, karena begitu sulit rasanya untuk menuliskan apa yang kita pikirkan. Gampang, ketika hal tersebut begitu hadir dan mengalir dalam kepala, lalu mengalun dalam tuts- tuts keyboard.
Saya pernah membaca buku “Mengikat Makna” karya Hernowo. Dia bilang, kalau kita tidak bisa menuliskan apa yang kita pikirkan, itu artinya kita memangs edang tidak memikirkan apapun! Hehe… saya agak terkejut juga membaca tulisan Hernowo itu.
Tapi, ketika saya sedikit merenung dan melihat ke dalam diri, saya menyadari ada benarnya juga apa kata Hernowo itu. Bisa jadi, sebetulnya, saya sedang tidak memikirkan apapun. Saya tidak sedang merumuskan hipotesa-hipotesa apapun dalam kepala saya ini. Yang ada hanyalah celetukan-celetukan ide selewat yang, mungkin, tidak berarti sama sekali.
Padahal, dulu saya mulai menulis ketika masih duduk di bangku SMP. Saya kira, kebiasaan menulis saya akan terus terpupuk hingga menjadi penulis yang mahir. Tapi ternyata, kenyataannya, tidak seperti itu. Kini saya seperti terkungkung dalam rutinitas, tanpa mampu menulisakan sepatah katapun.
Beberapa waktu ke belakang, ada banyak peristiwa yang berkesan dalam hidup saya. Banyak sekali. Dari mulai pernikahan saya, agenda-agenda sekolah, kejadian-kejadian di tempat kursus, dan masih banyak lagi. Tapi saya heran, betul-betul heran. Kenapa saya tidak bisa menuliskannya dalam sebuah susunan kata-kata, ya? Apa mungkin kemampuan menulis saya sudah hilang sama sekali?
Selalu saya berpikir dan merenung seperti itu. Sampai beberapa waktu lalu di sekolah, saya mengobrol dengan salah satu rekan pengajar. Kebetulan dia mengajar mata pelajaran KKPI. Dia menceritakan tentang 3 buah blog yang dia miliki dan diurus serta dirawat. Saya ikut melihat blognya. Bagus. Saya tertarik untuk membacanya.
Dia menyarankan kepada saya untuk membuat blog yang isinya adalah bahan-bahan pengajaran. Bisa berupa soal-soal, artikel, atau apapun yang berhubungan dengan mata pelajaran yang saya ajar, yaitu Bahasa Inggris. Harapannya, dengan membuat blog, media belajar siswa menjadi lebih luas. Tidak hanya dengan tatap muka di kelas, atau dengan menggunakan perlengkapan sekolah. Tapi juga mengeksplorasi dunia pemelajaran Bahasa Inggris melalui internet (yangnota bene hampir selalu menggunakan bahasa Mr Bean ini).
Walhasil, dari obrolan dengan rekan guru itupun saya mulai termotivasi untuk melahirkan, dan merawat blog saya sendiri. Saya pikir, tidak ada salahnya saya mengembangkan metode seperti itu. Dari segi manapun saya tidak memiliki halangan. Fasilitas tersedia di manapun di daerah tempat tinggal saya. Dan lagipula, saya gak gaptek-gaptek amat… yah, lumayan kalau sekedar menulis-menulis blog, saya masih sedikit tahu.
Yang belum sempurna adalah niat saya untuk mempergunakan dengan optimal media yang sudah semakin terbentang ini. Memang betul apa kata Rasul, “Innamal a’malu binniat.. (setiap amal bergantung niatnya…)”
Makanya, saya punya tekad untuk kembali menekuni dunia tulis menulis. Sebab, pada intinya, merawat blog berarti perlu ketertarikan yang tinggi terhadap dunia tulis menulis. Ya kan?

Jumat, 22 April 2011

Posting Perdana

Memulai hari ini cukup lain dari biasanya. Bangun di subuh hari dengan kondisi santai dan tidak terburu-buru. Wajar saja, hari libur...

Tadi pagi sempat beres-beres bareng istri. Setelah itu, anehnya, tiba-tiba terasa ngantuk lagi. Lalu, entah kenapa langsun g terlelap lagi. Begitupula istri. Diapun langsung pulas.

Kita berdua terbangun jam 8 tepat. Begitu keluar kamar, aroma masakan sudah terhampar di ruang keluarga.. ehmm..!

Foto Bareng

Foto ini diambil ketika saya akan mengajar les bahasa Inggris. Awalnya, saya sedang bermain game di laptop. Kemudian, istri saya pulang dari sekolah. Kita ingin foto bareng pake laptop.

Tiba-tiba, anak-anak langsung berdatangan, menyerbu, memberontak, mengacak-acak dan ingin ikut-ikutan main game.

Saya langsung melarang bermain game, karena mereka seharusnya datang untuk belajar. Bukan bermain game. Akhirnya, sebagai gantinya, saya bilang "Kita foto bareng aja"
Mereka menjawab serempak, "Asyiiik!!"